Perencanaan Dalam Menyusun Tes

Wawasan Pendidikan; seorang guru, selain berkewajiban untuk mengajar dan mendidik siswa, guru juga harus mengevaluasi siswa agar dapat dijadikan acuan dalam memberikan treatmen selanjutnya kepada siswa. dalammembuat instrumen evaluasi, haruslah direncanakan dengan baik sesuai dengan jenis instrumen yang akan di buat.
Perencanaan Dalam Menyusun Tes

Bentuk-Bentuk Penyusunan Tes Hasil Belajar :
1. Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes belajar bentuk uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar bentuk obyektif.

a.    Tes uraian
Pada umumnya  berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.

Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.

Petunjuk penyusunan tes uraian adalah: 
  • Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
  • Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
  • Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
  • Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara “jelaskan”, “mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
  • Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh siswa.
  • Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes. 

b.    Tes objektif 
1)    Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan ada yang benar dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes benar-salah adalah:
  • Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
  • Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
  • Hindari item yang masih bisa diperdebatkan. Contoh: B-S Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
  • Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
  • Hindarilah kata-kata yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan sebagainya. 
2)    Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memllilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.

Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Testee diminta membenarkan atau menyalahkan setiap item dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah). 

3)    Menjodohkan  (Matching test)
Matching test dapat diganti dapat diganti dengan istilah mempertandingan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam seri jawaban. Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
  • Seri pertanyaan-pertanyaan dalam Matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu.
  • Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (kurang lebih 1 ½  kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih menggunakan pikirannya.
  • Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen. 
4)    Tes isian (complection test)
Complection test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi.complection test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.

Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
  • Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencenakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
  • Jangan mengutip kalimat/pertanyaan yang tertera pada buku/catatan.
  • Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
  • Diusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
  • Jangan mulai dengan tempat kosong. 
2.   Penyusunan Tes Lisan
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-gagasan secara lisan.

Berberapa petunjuk berikut ini dapat dipergunakan dalam tes lisan:
  • Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada teste dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
  • Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan kepada tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
  • Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh teste menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus dapat ditentukan disaat masing-masing teste selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepasa teste itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
  • Tes belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
  • Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-kata arau kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee karena menguji pada hakikatnya adalah mengukur bukan membimbing testee. 
3.   Penyusunan tes tindakan
Tes tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam tes tindakan persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh testi.
Tes tindakan pada unumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi  yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee tersebut. 

Langkah-Langkah Dalam Penyusunan Tes

Dalam merencanakan penyusunan achievement test diperlukan adanya langkah-¬langkah yang harus diikuti secara sistematis sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif. Para ahli penyusun tes maupun para pengajar (classroom teachers) umumnya telah menyepakati langkah-langkah sebagai berikut:
  • Menentukan/merumuskan tujuan tes.
  • Mengidentifikasi hasil-hasil belajar (learning outcomes) yang akan diukur dengan tes itu.
  • Menentukan/menandai hasil-hasil belajar yang spesifik, yang merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan sesuai dengan TIK.
  • Merinci mata pelajaran/bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu.
  • Menyiapkan tabel spesifikasi (semacam blueprint).
  • Menggunakan tabel spesifikasi tersebut 'sebagai dasar penyusunan tes.
Untuk dapat merumuskan tujuan penyusunan test dengan baik, seorang guru atau pengajar perlu memikirkan apa tipedan fungsi tes yang akan disusunnya sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya. Perlu diketahui bahwa tes itu mempunyai beberapa fungsi, bergantung pada tipe dan fungsi tes serta bagaimana ciri-ciri soalnya.

Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan kisi-kisi adalah sebuah tabel yang didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki oleh penilai, dimana pada tiap petak dari tabel tersebut diisi dengan angka-angka yang menunjukan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil belajar.

Adapun dari arah taraf kompetensi, biasanya penilai menggunakan model yang dikembangkan oleh Bloom (1956). Menurut Benjamin S. Bloom, kompetensi kognitif peserta mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi adalah:
  • Pengetahuan/ingatan
  • Pemahaman
  • Aplikasi atau penerapan
  • Analisis
  • Sintesis, dan
  • Evaluasi
Referensi
Purwanto Ngalim.(2009). Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaaraan. Cet.I Bandung: Remaja Rosda Karya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel