Evaluasi Program : Pengertian, Tujuan Dan Model-Model Evaluasi Program

Wawasan Pendidikan; Setiap program yang berjalan untuk menentukan efektivitasnya, diperlukan adanya evaluasi. dalam evaluasi program, dapat diketahui apakah program tersebut layak untuk di lanjutkan, di perbaiki atau di hapuskan dan kemudian di rekomendasikan kepada pemamngku kebijakan untuk mengambil keputusan. dalam melakukan evaluasi program evaluator dapat melakukannya dengan memilih model-model evaluasi program yang sesuai dengan tujuan evaluasi. untuk lebih jelas tentang evaluasi program, baik pengertian, tujuan hingga model-model evaluasi program yang dapat di pilih, berikut penjelasannya. (Baca Juga : Pengertian Evaluasi Menurut Pendapat Ahli)
Picture by qualicen.de

1. Pengertian Evaluasi Program
Alkin Marvin. C (2011: 10) menyatakan bahwa “A definition of evaluation based on its goal. Evaluation is the favored term when we talk of judging a program”. Makna tersebut diartikan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Berbagai macam evaluasi yang dikenal dalam bidang kajian ilmu. Salah satunya adalah evaluasi program yang banyak digunakan dalam kajian kependidikan. Evaluasi program mengalami perkembangan yang berarti sejak Ralph Tyler, Scriven, John B. Owen, Lee Cronbach, Daniel Stufflebeam, Marvin Alkin, Malcolm Provus, R. Brinkerhoff dan lainnya. Banyaknya kajian evaluasi program yang membawa implikasi semakin banyaknya model evaluasi yang berbeda cara dan penyajiannya, namun jika ditelusuri semua model bermuara kepada satu tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dalam kerangka “decision” atau keputusan bagi pengambil kebijakan. Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi yang dikemukan oleh pakar, diantaranya: (Kaufman dan Thomas, 1980: 4) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses yang digunakan untuk menilai. Evaluasi secara umum dipahami sebagai sebuah proses penentuan nilai dan penentuan pencapaian dari sebuah tindakan. Fitzpatrick (2011: 7) menyatakan  “Scriven (1967 ) defined evaluation as judging the worth or merit of something. 

Data dalam evaluasi, baik data kualitatif maupun data kuantitatif digunakan untuk mengetahui hasil, nilai, kekurangan, dan kelebihan “things” yang menjadi objek evaluasi. Keputusan-keputusan yang diambil dijadikan sebagai indikator-indikator penilaian kinerja atau assessment performance pada setiap tahapan evaluasi dalam tiga kategori yaitu rendah, moderat dan tinggi (Issac and Michael, 1982: 22).

Berangkat dari pengertian di atas maka evaluasi program merupakan suatu proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah dicapai dari program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Dalam konteks pelaksanaan program, kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan pelaksanaan dan hal yang dinilai adalah hasil atau prosesnya itu sendiri dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi dapat digunakan untuk memeriksa tingkat keberhasilan program berkaitan dengan lingkungan program dengan suatu“judgement” apakah program diteruskan, ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima atau ditolak.

Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program (Suharsimi Arikunto, 2012: 325). Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan. Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program. Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai, yang dijadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan.

Pelaksanaan (evaluator) untuk mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil. Ciri dan persyaratan evaluasi program mengacu pada kaidah yang berlaku, dilakukan secara sistematis, teridentifikasi penentu keberhasilan dan kebelumberhasilan program, menggunakan tolak ukur baku, dan hasil evaluasi dapat digunkan sebagai tindak lanjut atau pengambilan keputusan.

Program merupakan  satu kesatuan dari beberapa bagian atau komponen yang saling terkait untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh sistem tersebut.  Komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Masing-masing komponen terdiri atas beberapa subkomponen dan masing-masing subkomponen terdapat beberapa indikator. Indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan. Perlu diketahui bahwa ketidakberhasilan suatu kegiatan dapat juga dipengaruhi oleh komponen atau subkomponen yang lain. 

Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi  sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program. Evaluasi program bertujuan  untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan implementasi program yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atau pengambilan keputusan.

Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan. Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain: pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi (bias berupa checklist, alat perekam suara atau gambar), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya.

2. Tujuan Evaluasi Program
Tujuan evaluasi dapat dikategorikan menajdi dua, yaitu: untuk meningkatkan kualitas proses dan untuk menentukan apakah program diteruskan atau tidak. Secara rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Untuk menentukan apakah suatu program mencapai tujuan.
b. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran.
c. Untuk menentukan apakah program sudah tepat. 
d. Untuk mengetahui besarnya rasio cost / benefit program
e. Untuk menentukan siapa yang harus berpartisipasi pada program mendatang.
f. Untuk mengidentifikasi siapa yang memperoleh manfaat secara maksimum dan yang minimum.
g. Untuk menentukan apakah program sudah tepat. (Djemari Mardapi, 2012:31).

Lebih lanjut tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu evaluasi dalam pendidikan  untuk mengumpulkan gambaran bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan yang dialami siswa dan untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah di pergunakan dalam proses pembelajaran (Anas Sudijono, 2012:16).

3. Model-Model Evaluasi 
a.  Model CIPP 
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Konsep evaluasi model CIPP (context, input, process, and product) pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada 1965. The model is configured for use in internal evaluations conducted by organizations, self-evaluation conducted by individual service providers, and contracted external evaluation. (Stufflebeam, Madaus & Kellaghan, 2002: 279)

Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan dan sebagainya. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi yaitu konteks, input, proses dan produk. Sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan keempat dimensi tersebut. 

b. Model Stake’s 
Kaufman (1980: 125-126) mengemukakan pada model Stake yang pertama adalah fase pendahuluan (antecedent phase), atau periode sebelum program dilaksanakan. Fase kedua proses (transaction phase) adalah tahap dimana program diterapkan. Fase ketiga hasil (outcomes phase) adalah pengukuran hasil program setelah semuanya selesai. Dalam model ini antecedent (input), transaction (proses), dan outcomes (hasil). Stake points out that when we judge an educational program we do relative comparisons (one rogram versus another) and/or absolute comparisons (one program versus standards. (Fernandes, 1984: 9)

c. Model Evaluasi Sriven
Michael Scriven lahir di 28 Maret 1928, di Beaulieu, Hampshire, Inggris 1928. Gelar pertamanya adalah  dalam bidang matematika dan gelar doktor dalam filsafat .Dia telah membuat kontribusi yang signifikan di bidang filsafat, psikologi, berpikir kritis, dan yang paling terutama, evaluasi (menciptakan sebuah penemuan untuk evaluasi program).

Scriven adalah mantan Presiden American Educational Research Association dan American Association Evaluation. Ada dua model evaluasi yang dikembangkan Scriven: Goal Free Evaluation dan Formatif-Summatif Evaluation.

Dalam Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).

Evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu produk atau program tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Ada dua faktor yang mempengaruhi kegunaan evaluasi formatif, yaitu kontrol dan waktu. Bila saran perbaikan akan dijalankan, maka evaluasi formatif diperlukan sebagai kontrol. Informasi yang diberikan menjadi jaminan apakah kelemahan dapat diperbaiki. Apabila informasi mengenai kelemahan tersebut terlambat sampai kepada pengambilan keputusan, maka evaluasi bersifat sia-sia.

Berbeda dengan evaluasi formatif, evaluasi summatif lebih diarahkan untuk menguji efek dari komponen-komponen pendidikan/pembelajaran terhadap murid-murid, atau dapat juga dikatakan bahwa evaluasi summatif dirancang untuk mengetahui seberapa jauh kurikulum yang telah disusun sebelumnya memberikan hasil pada siswa antara lain mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal itu dapat dilihat pada hasil pre test dan post test, antara kelompok eksperimen dan control. Walaupun Scriven tidak mengarahkan model ini pada evaluasi dalam proses belajar mengajar, namun pelaksanaan kurikulum tidaklah dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan.

d. Model Evaluasi CSE (The Centre the Study of Evaluation)
The University of California di Los Angeles (UCLA) Pusat Studi Evaluasi (CSE) berfokus pada kapan harus mengevaluasi. Ini menunjukkan tahap selama pengembangan program dimana informasi dapat dikumpulkan. Model CSE adalah sebagai berikut:


Fokus keputusan tahap pertama dari Model CSE adalah seleksi masalah. Apa yang dapat Anda lakukan yang membenarkan keberadaan program ini? Untuk apa kebutuhan adalah tujuan dari program ini? Apa tujuan adalah tujuan dari program?

Tahap kedua dari CSE memberikan informasi mengenai jenis-jenis program instruksional yang memenuhi kebutuhan yang diidentifikasi dalam tahap pertama. Perencanaan harus diletakkan pada saat untuk evaluasi program. Desain perencanaan program yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam CSE evaluator memulai pekerjaannya dengan melihat tujuan program. Evaluasi formatif membutuhkan mengumpulkan berbagi informasi untuk perbaikan program. Evaluasi formatif menjadi tujuan program.

Pada tahap keempat, evaluator melihat dampak keseluruhan dari sebuah program. Evaluasi sumatif menentukan apakah tujuan program telah selesai dilaksanakan. (Fernandes, 1984: 11)

e. Model Evaluasi “Discrepancy”
Model evaluasi “Discrepancy” atau ketidaksesuaian dikembangkan oleh Malcom Provus untuk memberikan informasi penilaian program dan perbaikan program. Evaluasi sebagai proses menyepakati suatu standar program menentukan apakah ada ketidaksesuaian antara beberapa aspek program dan standar yang mengatur aspek program dan menggunakan informasi untuk mengidentifikasi perbedaan kelemahan program. The discrepancy evaluation model represent an assembly of ideas and procedures arising out of attempts to respond contructively to such expectations. (Stufflebeam, Madaus & Kellaghan, 2002: 128)

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menentukan apakah untuk meningkatkan, mempertahankan atau mengakhiri program. Model evaluasi ini berusaha untuk mengidentifikasi kelemahan (sesuai dengan standar yang dipilih) dan mengambil  tindakan korektif dengan penghentian sebagai pilihan terakhir. Provus mengidentifikasi empat tahap spesifik dari mengevaluasi program, yaitu (1) Tahap Definisi : “Apakah program yang didefinisikan sudah memadai?”, (2) Tahap Instalasi: “Apakah program yang digunakan seperti yang didefinisikan dalam tahap 1?, (3) Tahap proses, “Apakah sumber daya dan teknik yang digunakan dengan tujuan program?”, (4) Tahap produk, “ Apakah tujuan program tercapai dalam pelaksanaannya?”, dan (5)Tahap analisis biaya manfaat, tahap ini membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan

f. Model Evaluasi “Adversary”
Model evaluasi Adversary atau berlawanan adalah salah satu model evaluasi yang dalam pelaksanaannya evaluator dibagi atas dua tim yaitu tim yang pro dan kontra. Dimana kedua kelompok ini akan bekerja secara profesional untuk mencari data-data yang pro atau mendukung dan yang kontra atau bertentangan sehubungan dengan pokok persoalan, program, proyek, material dan sebagainya.

Kedua tim tersebut kemudian menyepakati untuk mengatasi masalah, mengumpulkan data atau bukti yang membentuk database umum, dan menyajikan argumen mereka. Sebuah tim yang netral ditugaskan sebagai wasit sidang, dan membuat pernyataan yang adil setelah mempertimbangkan semua bukti yang diberikan.

Referensi

  • Alkin, M. C. 2011. Evaluation essentials from A to Z. The Guilford Press: New York. 
  • Kaufman, R., Thomas S. 1980.  Evaluation without fear. New York: New View Points.
  • Fitzpatrick, J.L., & Sanders, J.R. & Worthen, B.R. (2011).  Program evaluation alternative approaches and practical guidelines. New Jersey: Pearson Education. 
  • Issac, Stephen & Michael, William B. (1982). Handbook in research and evaluation for education and the behavioral sciences.second edition. San Diego. 
  • Suharsimi Arikunto. 2012. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. PT. Bumi Aksara: Jakarta. 
  • Djemari Mardapi. (2012). Pengukuran, penilaian dan evaluasi pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
  • Anas Sudijono. 2012. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: Rajawali press. 
  • Stufflebeam D.L., Madaus G.F., Kellaghan T. (2002). Evaluation models viewpoints on educational and human services evaluation second edition. Kluwer Academic Publisher New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow. 
  • Fernandes, H. J. X. 1984. Evaluation of educational programs. National educational planning. Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel