Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia dan Sekilas Perkembangan Budaya Pra Aksara di Indonesia

Wawasan Pendidikan; Manusia purba yang lebih dikenal dengan manusia prasejarah diyakini sebagai manusia yang hidup pada jutaan tahun yang lalu. banyaknya fosil fosil telah ditemukan yang menggambarkan keberadaannya dimasa lampau. Secara umum, manusia purba merupakan manusia yang hidup sebelum tulisan ditemukan. Jenis-jenis manusia purba yang ada di dunia juga memiliki banyak suku dan ras. beberapa jenis-jenis manusia purba dijelaskan pada artikel ini. semoga bermanfaat.
picture by vtm.e15.cz

Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia
Sering disebut sebagai Prehistoric People, manusia purba di Indonesia dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Meganthropus (manusia besar/raksasa), Pithecanthropus (manusia kera yang berjalan tegak), dan Homo Sapiens (manusia yang berpikir).  

Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai jenis-jenis manusia purba di Indonesia beserta ciri-cirinya. (Baca Juga : Hasil Budaya Masyarakat Pra Aksara)

1. Meganthropus (manusia besar/raksasa)

Jenis manusia purba ini ditemukan oleh Von Koneingswald pada tahun 1936 dan merupakan fosil manusia purba tertua dan paling primitif yang pernah ditemukan di Indonesia, tepatnya di Sangiran.  Koneingswald menemukan fosil ini berupa rahang atas yang giginya lepas dan rahang bawah.  Penemuan ini kemudian diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus yang artinya manusia raksasa dari Jawa.  

Meganthropus sendiri terdiri dari dua kata, yaitu megas yang berarti besar/raksasa dan anthropus yang berarti manusia.  Sementara paleo artinya adalah tua dan javanicus artinya berasal dari Jawa.  Fosil manusia purba ini diperkirakan hidup antara 2-1juta tahun yang lalu pada Zaman Batu Tua dan berasal dari lapisan Jetis.  

Berikut ini adalah ciri-ciri dari Meganthropus:
  • Memiliki tulang pipi yang tebal dan otot kunyah yang kuat
  • Memiliki tonjolan kening yang cukup mencolok dengan hidung lebar
  • Tidak memiliki dagu
  • Memiliki perawakan tubuh yang tegap dan tonjolan tulang belakang yang tajam
  • Memakan jenis tumbuh-tumbuhan
2. Pithecanthropus/Homo Erectus

Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Trinil, Ngawi pada tahun 1890 oleh Eugene Dubois berupa tulang rahang.  Sementara di tahun 1891 ditemukan bagian tengkoraknya dan di tahun 1892 ditemukan tulang paha kiri.  

Setelah disusun, Eugene Dubois menyebut hasil penemuan tersebut dengan nama Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak.  Manusia purba ini diperkirakan hidup antara 1,5 juta-500.000 tahun yang lalu dan berasal dari Pleistosen Tengah (lapisan Trinil).  Jenis manusia purba ini paling banyak ditemukan di Indonesia dan dikenal juga dengan nama Homo Erectus dari Jawa.  

Berikut ini adalah ciri-ciri dari Pithecanthropus Erectus:
  • Memiliki tinggi badan sekitar 165-180 cm dengan volume otak sekitar 750-1350 cc
  • Memiliki bentuk tubuh dan anggota badan yang tegap namun tidak setegap Meganthropus
  • Memiliki alat pengunyah dan tengkuk yang sangat kuat
  • Memiliki bentuk geraham yang besar dan rahang yang sangat kuat
  • Memiliki bentuk tonjolan kening yang tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
  • Bentuk hidung tebal dengan muka menonjol ke depan dan dahi miring ke belakang
  • Bagian belakang kepala menonjol menyerupai konde
  • Memakan jenis tumbuhan dan daging
Untuk mendapatkan makanan, Pithecanthroups sudah menggunakan alat-alat berupa batu atau kayu.  Meskipun sudah menggunakan alat-alat seperti batu dan kayu serta memakan jenis tumbuhan dan daging binatang, namun tidak ditemukan tanda-tanda jika makanan tersebut dimasak dulu sebelum dimakan.

Adapun contoh alat-alat batu yang digunakan oleh Pithechanthropus adalah kapak genggam, kepak penetak, kapak perimbas, pahatgenggam, dan alat-alat serpih.  Alat-alat ini banyak ditemukan di wilayah Pacitan, Jawa Timur.

Jenis manusia purba ini memiliki kehidupan yang sangat bergantung pada sumber alam yang tersedia.  Mereka berburu, mengumpulkan makanan, dan hidup secara berpindah-pindah mengikuti hewan buruannya atau sumber makanan yang ada di tempat lain.  

Berikut ini adalah jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia:

a. Pithecanthropus Mojokertensis

Jenis fosil Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan pada tahun 1936 oleh Weidenreich di Jetis, Mojokerto.  Fosli yang ditemukan berupa tulang-tulang tengkorak dan tulang paha.

Berikut ini adalah ciri-ciri Pithecanthropus Mojokertensis:
  • Memiliki tinggi badan sekitar 165-180 cm dengan volume otak sekitar 750-1.300 cc
  • Memiliki bentuk tengkorak yang lonjong dengan tulang rahang dan geraham yang kuat
  • Bertubuh tegak dan tidak memiliki dagu
  • Memiliki tulang tengkorak yang tebal dan kening menonjol
b. Pithecanthropus Soloensis

Jenis manusia purba ini sering disebut juga dengan manusia kera dari Solo.  Fosil Pithecanthropus Soloensis ditemukan oleh Ter Haar, Oppenorth, dan Koeningswald di sekitar Lembah Sungai Bengawan Solo pada kisaran tahun 1931-1934.  Manusia purba ini diperkirana hidup antara 900.000-200.000 tahun lalu dan diperkirakan terdapat juga di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan bahkan Cina.

c. Pithecanthropus Robustus

Jenis manusia purba ini pertama kali ditemukan oleh Weidenreich dan Koeningswald di Lembah Sungai Bengawan Solo pada tahun 1939.  Fosil ini ditemukan setelah menggali permukaan kulit bumi hingga pada lapisan Pleistosen Bawah.  

Berdasarkan fosil tersebut, Koeningswald menganggap bahwa fosil manusia purba Pithecanthropus Robustus sama dengan Pithecanthropus Mojokertensis.  Selain fosil, ditemukan juga alat-alat purba seperti kapak penetak, kapak perimbas, pahat genggam, kapak genggam, alat tulang-tulang, dan alat serpih.

3. Homo Sapiens/Manusia yang berpikir
Jenis manusia purba Homo Sapiens memiliki bentuk tubuh dan sifat yang sama dengan manusia sekarang dengan kehidupan yang sangat sederhana dan hidup mengembara (nomaden).
Berikut ini adalah jenis fosil Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia:

a. Fosil manusia purba yang ditemukan di Ngandong (Blora), Sangiran, Sambung Macan (Sragen), dan Lembah Sungai Bengawan Solo pada tahun 1931-1934).  Fosil ini diteliti oleh Koeningswald dan Weidenreoch yang kemudian diberi nama Homo Sapiens Soloensis atau manusia dari Solo.

Kehidupan Homo Soloensis diyakini sudah lebih maju dengan adanya berbagai macam alat untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidup dari berbagai macam ancaman.

b. Fosil manusia purba yang ditemukan di Wajak (Tulungagung) pada tahun 1889 oleh Van Reitschotten.  Hasil temuan ini kemudian diteliti oleh Eugene Dubois dan dinamakan dengan Homo Sapiens Wajakensis atau manusia dari Wajak.

Kedua fosil manusia purba ini ditemukan di atas lapisan Nagndong (Pleistosen Atas) dan diperkirakan hidup antara 50.000-100.000 tahun lalu.

Berikut ini adalah ciri-ciri Homo sapiens:
  • Otot tengkuk mengalami penyusutan
  • Berdiri tegak dan mampu berjalan dengan sempurna
  • Memiliki tinggi badan antara 130-210 cm dengan volume otak sekitar 1000-1200 cc
  • Kondisi muka tidak menonjol ke depan
Menurut Koeningswald, jenis manusia purba Homo Sapiens tingkatannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pithecanthropus Erectus.  Sebagian ahli mengelompokkan Homo Soloensis dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika yang berasal dari lapisan Pleistosen Atas.

Hasil budaya dari Homo Sapiens dan Homo Wajakensis berupa kapak genggam atau kapak perimbas, alat serpih, dan alat-alat tulang.  Kedua jenis manusia purba ini mengalami perkembangan meskipun dengan cara berpikir yang masih sederhana.

Perkembangan Budaya Masyarakat Pra Aksara di Indonesia

Ada dua jenis kebudayaan yang dihasilkan, yaitu:

1. Kebudayaan Material (kebendaan) 

Kebudayaan ini berupa alat-alat yang bisa digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.Kebudayaan material manusia purba dibagi menjadi 5 zaman, yaitu Palaeolithikum (Zaman Batu Tua), Mesolithikum (Zaman Batu Tengah), Neolithikum (Zaman Batu Muda), Megalithikum (Zaman Batu Besar), dan Zaman Logam.

2. Kebudayaan Immaterial (rohani) 

Kebudayaan ini ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan dalam kehidupan manusia yang berlangsung sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan melalui penghormatan kepada orang yang telah meninggal dunia.  

Sistem kepercayaan kemudian berubah menjadi pemujaan terhadap roh leluhur pada masa bercocok tanam (animisme, dinamisme) yang terlihat dari adanya hasil kebudayaan megalitik.  Dalam perkembangan selanjutnya, manusia mulai menyadari adanya kekuatan yang maha besar di luar manusia yaitu kekuatan Tuhan (monoisme).

Referensi:
Suparno, Drs. 2018. Modul Pendamping Sejarah Indonesia untuk SMK/SMA Kelas X Semester 1.  Klaten Utara: Mulia Group.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel