Kerajaan Islam Di Indonesia: Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, dan Kerajaan Mataram Islam

Wawasan Pendidikan; Munculnya kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan karena berkembangnya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, Persia, India, Cina, dll.  Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan mengalami masa kejayaan pada sekitar abad ke 13-16 M.  Kerajaan Islam di Indonesia dibagi berdasarkan wilayah pusat pemerintahan, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Pada artikel sebelumnya telah dibahas tentang Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Malaka, dan Kerajaan Aceh Darussalam. kali ini sobat pendidikan akan membahas beberapa kerajaan islam lainnya antara lain: Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, dan Kerajaan Mataram Islam



1.  Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada tahun 1478 M.  Hal ini didasarkan pada runtuhnya Kerajaan Majapahit yang ditandai dengan Candra Sengkala:  “Sirna Ilang Kertaning Bumi” yang menandakan tahun saka 1400 atau 1478 Masehi.  Kerajaan Demak didirikan oleg Raden Patah yang dalam memajukan Islam dibantu para wali dan saudagar Islam.

Pada tahun 1507 Masehi Raden Patah digantikan oleh puteranya yang bernama Pati Unus.  Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Demak kurang berkembang dengan baik.  Namun berkat keberaniannya dalam menyerang Portugis di Malaka, Pati Unus mendapat julukan sebagai Pangeran Sabrang Lor.

Setelah wafat di tahun 1521, Pati Unus digantikan oleh adiknya yang bernama Trenggono.  Puncak kejayaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas.  Meliputi Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.

Kebijakan-kebijakan penting yang telah dilakukan oleh Sultan Trenggono antara lain adalah:
  • Menegakkan Agama Islam
  • Membendung perluasan wilayah yang dilakukan Portugis
  • Menguasai dan menyebarkan Agama Islam di Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa, dimana perluasan di wilayah Jawa Barat dipimpin oleh Fatahilah/Faletehan yang kemudian menurunkan raja-raja Banten.
  • Menaklukkan Mataram, Singasari, dan Blambangan

Demak dikenal sebagai kerajaan maritim yang menjalankan fungsinya sebagai penghubung daerah penghasil rempah-rempah di wilayah timur dengan Malaka sebagai wilayah perdagangan di bagian barat.  Sebagai produsen besar dalam bidang agraris, perekonomian Demak mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Kehidupan sosial di Kerajaan Demak diatur sesuai dengan Hukum Islam, namun begitu masih tetap menerima tradisi lama.  Pembangunan Masjid Agung Demak terkenal dengan salah satu tiang utamanya yang terbuat dari soko tatal, yaitu kumpulan sisa-sisa kayu yang dipakai untuk membangun masjid itu sendiri.

Di bagian pendapa (serambi depan masjid) Sunan Kalijaga sebagai pemimpin dalam pembangunan masjid meletakkan dasar-dasar perayaan Sekaten (Syahadatain) untuk mendapatkan banyak pengikut Islam.  Tradisi Sekaten sendiri masih tetap dilestarikan hingga saat ini, terutama di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Kerajaan Demak mengalami kemunduran karena terjadinya perang saudara yang memperebutkan tahta kerajaan Demak.

2.  Kerajaan Banten
Pada awalnya Banten merupakan daerah kekuasaan Pajajaran.  Rajanya yang bernama Samiam bekerjasama dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak.  Demak berhasil menguasai Banten dibawah kepemimpinan Faletehan, dan selanjutnya Banten tumbuh menjadi pelabuhan penting karena kurangnya pedagang yang berlabuh di Malaka sejak dikuasai oleh Portugis.

Faletehan menyerahkan pemerintahah Banten di tahun 1552 M kepada putranya yang bernama Hasanuddin sebagai raja pertama Banten.  Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M) Banten mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan wilayah kekuasaan meliputi Lampung, Bengkulu, dan Palembang.

Setelah Sultan Hasanuddin wafat di tahun 1570 M, pemerintahan dialihkan kepada putranya yang bernama Sultan Maulana Yusuf yang memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke pedalaman.  Kerajaan Pajajaran berhasil ditaklukkan pada tahun 1579 M yang menandai berakhirnya kerajaan Hindu di wilayah Jawa Barat.

Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf dengan kondisi masyarakat yang aman dan tenteram.  Kehidupan masyarakat sangat diperhatikan, salah satunya dengan adanya pembangunan kota.  Kerajaan juga memberi perhatian khusus dalam bidang pertanian dengan membangun saluran irigasi.

Banten tumbuh sebagai pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala.  Pedagang dari Cina, India, Gujarat, Persia, dan Arab banyak yang berlabuh di Banten.  Sementara untuk kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam yang tidak terbatas di wilayah perdagangan saja tetapi juga meluas hingga ke pedalaman.

Masa kejayaan Kerajaan Islam Banten berlangsung sampai tahun 1600 M.  Namun sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakkir Kerajaan Banten mengalami kemunduran.  Hal ini disebabkan oleh adanya blokade-blokade yang dilakukan oleh Belanda sehingga ruang gerak Kerajaan Banten semakin sempit.

3.  Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam dibangun oleh Sutowijoyo (Panembahan Senopati) pada tahun 1586 M dengan pusat pemerintahan berada di wilayah Kotagede.  Pada tahun 1601 M, Sutowijoyo wafat dan digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak.  

Pada masa pemerintahan Mas Jolang banyak terjadi pemberontakan.  Setelah Mas Jolang wafat, tampuk pemerintahan beralih ke Adipati Martapura.  Adipati Martapura yang kemudian wafat karena sakit-sakitan digantikan oleh Mas Rangsang atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung.  Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kerajaan Mataram mengalami puncak kejayaan.

Dalam sejarah Islam, Kesultanan Mataram memiliki peran yang sangat penting dalam perjalanan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.  Hal ini bisa terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas kekuasaan dan menyebarkan Agama Islam di daerah kekuasaannya.  Adanya keterlibatan para pemuka agama hingga perkembangan kebudayaan bercorak Islam di Jawa.

Kehidupan masyarakat di Mataram tertata dengan baik sesuai dengan Hukum Islam tanpa meninggalkan tradisi dan norma yang telah ada sebelumnya.  Dalam pemerintahan Mataram Islam, raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan.

Dalam bidang keagamaan terdapat jabatan penghulu, khotib, naid, dan suranatan yang bertugas memimpin upacara keagamaan.  Sedangkan dalam bidang pengadilan terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.  Untuk menciptakan ketertiban di seluruh wilayah kerajaan, maka diciptakan peraturan yang dikenal dengan istilah anger-anger yang harus ditaati oleh seluruh rakyat kerajaan.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, para ulama di Kerajaan Mataram Islam dibedakan menjadi tiga golongan.  Yaitu ulama yang masih berdarah bangsawan, ulama yang bekerja dalam bidang birokrasi dan ulama pedesaan yang tidak menjadi alat birokrasi.  Sultan Agung sangat menghargai para ulama sehingga setiap kebijakan yang diambil senantiasa mempertimbangkan nasihat dari para ulama.

Selain memperkuat militer, Sultan Agung juga berhasil mengembangkan kesenian dan pertukangan.  Diantaranya adalah membangun komplek pamakaman Raja Mataram di Bukit Imogiri dan mengganti kalender Jawa dengan sistem Hijriah.

Pada tahun 1640 M, Sultan Agung mengirim utusan ke Mekkah yang setahun kemudian (1641 M) kembali dengan membawa gelar baru bagi Sultan Agung dari Syarif di Mekkah, yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami.

Seperti halnya ibukota kerajaan Islam lainnya, ibukota Mataram Islam juga memiliki gaya arsitektur bercorak Islami.  Tata letak istana atau keraton selalu berdekatan dengan bangunan masjid.  Keraton juga dikelilingi dengan benteng dan pos-pos pertahanan di berbagai penjuru angin.  Sementara di luar benteng terdapat parit buatan yang berfungsi sebagai barikade pertahanan ketika menghadapi lawan dan tempat penampungan air.

Kerajaan Mataram Islam merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang.  Kerajaan ini menggantungkan perekonomiannya pada sektor agraris karena lokasinya berada di padalaman.  Meski begitu Mataram juga menguasai wilayah pesisir utara Jawa yang mayoritas penduduknya adalah palaut.  Wilayah pesisir juga memiliki peran yang sangat penting bagi kegiatan perdagangan Mataram.

Jenis kebudayaan yang berkembang dengan pesat adalah seni tari, pahat, suara dan sastra.  Sementara budaya yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akuluturasi budaya Hindu-Buddha dengan Islam).  Selain itu, pengembangan budaya dalam bidang sastra memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang dikenal dengan Hukum Surya Alam.

Masa kemunduran Kerajaan Mataram Islam terjadi setelah Sultan Agung wafat dan pemerintahan berada di bawah kekuasaan Susuhunan Amangkurat I yang pro kompeni.  Kebijakannya yang paling kontroversial adalah menyingkirkan para ulama, menghapus lembaga keagamaan yang ada di kesultanan, membatasi perkembangan Islam dan melarang hukum agama mencampuri kesultanan, serta mambangun kerjasama dengan pihak Belanda.

Referensi:  
Suparno, Drs. 2018. Modul Pendamping Sejarah Indonesia untuk SMK/SMA Kelas X Semester 1.  Klaten Utara: Mulia Group.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel