Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia : Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari

Wawasan Pendidikan; Sebelumnya kita telah membahas tentang Kerajaan Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya.  Berikut ini adalah Kerajaan Hindu-Buddha selanjutnya yang ada di Indonesia yaitu Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari

picture by yuksinau.id
1.  Kerajaan Maratam Kuno
Berdasarkan Prasasti Canggal, Kerajaan Mataram didirikan oleh Sanjaya dan beribukota di Medang, Pohpitu.  Lokasi Kerajaan Mataram Kuno berada di wilayah Jawa Tengah dan sering disebut Bumi Mataram, wilayahnya dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.

Wilayah kerajaan ini sangat subur karena dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo.  Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
  • Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh raja-raja yang arif dan bijaksana sehingga bisa menjadi panutan bagi rakyatnya.
  • Terjalinnya kerjasama yang cukup baik antara raja dengan para Brahmana atau Bhiksu.
  • Memiliki wilayah kerajaan yang sangat subur sehingga rakyatnya hidup makmur, aman, dan tenteram.
  • Umat Hindu dan Buddha bisa hidup saling berdampingan, rukun, dan saling tolong menolong.
  • Terjalinnya kerjasama dengan kerajaan atau negara asing lainnya seperti Kerajaan Srwijaya, Siam, India, dll.

Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra.  Dinasti Sanjaya sendiri beragama Hindu dengan pusat pemerintahan di wilayah utara, dan hasil budayanya berupa candi-candi.  Seperti Candi Gedong Songo dan kompleks Candi Dieng.  Sementara Dinasti Syailendra beragama Buddha dengan pusat pemerintahan berada di wilayah selatan.  Hasil budayanya berupa candi, seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon.

Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, salah satunya adalah Raja Sanna dan Raja Sanjaya serta raja-raja dari Dinasti Syaliendra.  Candi Borobudur sendiri dibangun pada masa kekuasaan Samaratungga.

Meskipun pada awalnya terjadi perebutan kekuasaan, namun setelah terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramudyawardani (Dinasti Syailendra) yang beragama Buddha, kedua kerajaan bisa bersatu dan hidup berdampingan.

Puncak kejayaan Kerajaan Mataram Kuno terjadi pada masa kepemimpinan Raja Balitung dengan wilayah kekuasaan meliputi Jawa Timur, terutama di lembah Sungai Brantas yang memiliki peran penting untuk pertanian dan pelayaran menuju ke Laut Jawa.

Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan agraris dengan basis pertanian berada di Jawa Tengah dan komoditas utamanya adalah beras.  Selain itu, Mataram juga menguasai bidang perdagangan dengan komoditas utama berupa beras dan palawija.

Pada masa kepemimpinan Dharmawangsa terjadi peristiwa Pralaya Medang, yaitu penyerbuan Mataram oleh Wura Wari, seorang bawahan Dharmawangsa yang telah dihasut oleh Sriwijaya.  Dharmawangsa diganti oleh menantunya yang bernama Airlangga, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno.

Berakhirnya Kerajaan Mataram Kuno disebabkan oleh adanya pembagian kerajaan menjadi dua oleh Airlangga untuk menghindari perebutan kekuasaan antara putra Dharmawangsa dengan putra Airlangga, Mapanji Garasakan.

Kemunduran Kerajaan Mataram Kuno terjadi karena beberapa faktor berikut ini:
  • Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit untuk berhubungan dengan dunia luar.
  • Sering dilanda bencana alam seperti letusan Gunung Merapi.
  • Sering terjadi perebutan kekuasaan sehingga kewibawaan kerajaan semakin menurun.
  • Adanya ancaman serangan dari Kerajaan Sriwijaya (Balaputradewa).

Oleh karena itu di tahun 929 ibukota kerajaan dipindahkan ke wilayah Jawa Timur, yaitu di bagian kerajaan Mataram Kuno yang berada di Jawa Timur.

Prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan antara lain adalah:
  • Prasasti Canggal (732 M), menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta, berisi tentang pendirian Lingga di Kunjara Kunja oleh Raja Sanjaya.
  • Prasasti Kelurak (782 M), menggunakan huruf Prenagari dan Bahasa Sansekerta, berisi tentang pembuatan arca Majusri oleh Raja Indra.
  • Prasasti Sojomerto, isinya menyebutkan nama seorang pejabat yaitu Dapunta Sailendra.
  • Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu), isinya memuat nama-nama raja sebelum Raja Balitung.
  • Prasasti Kalasan (778 M), menggunakan huruf Prenagari dan Bahasa Sansekerta, isinya tentang Prabu Panangkaran yang membangun biara atau bangunan suci bagi Dewi Tara.

2.  Kerajaan Kediri
Keberadaan Kerajaan Kediri tidak bisa dilepaskan dari Kerajaan Mataram Kuno karena wilayah kekuasaan dari kedua kerajaan itu dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas.  Konflik dan peperangan untuk memperebutkan kekuasaan tetap terjadi meskipun wilayah sudah dibagi menjadi dua.

Dalam persaingan antara Jenggala dan Kediri, Kediri lebih unggul sehingga menjadi wilayah kerajaan yang besar kekuasaannya.  Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135-1157) yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama Digjayattunggadewanama Jayabhayalancana.  Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan kerajaan seperti pada masa kepemimpinan Airlangga dan berhasil, sehingga Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali.

Kerajaan Mataram Dinasti Isana menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam Prasasti Mahaksubya (1289 M), Kitab Negarakertagama (1365 M) dan Kitab Calon Arang (1540 M).  Sedangkan nama Raja Mapanji Garasakan diabadikan dalam Prasasti Malenga.

Kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Kediri bersumber dari pertanian, peternakan, dan perdagangan.  Masyarakat Kerajaan Kediri juga mendapatkan upah dari kerajaan jika mereka berprestasi dan mengabdi kepada raja.

Banyak karya sastra berupa kitab yang telah diciptakan oleh para empu yang isinya menceritakan kebesaran Kerajaan Kediri.  Raja Kediri yang dikenal sangat memperhatikan kesusastraan adalah Raja Kameswara.  Pada masa ini Empu Tan Akung menulis Kitab Wartasancaya dan Lubdaka.  Sementara Empu Dharmaja menulis Kitab Smaradahana yang isinya memuji Kameswara sebagai titisan dari Kamajaya dan permaisurinya yang bernama Sri Kirana.

3.  Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan sekitar tahun 1222 M oleh Ken Arok.  Kerajaan ini berada di wilayah Tumapel dan masih merupakan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Kediri.  Awalnya daerah ini merupakan kadipaten dari Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Tunggul Ametung dan kemudian digantikan oleh Ken Arok.

Menurut Kitab Pararaton, Ken Arok merupakan anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur yang berada di sebelah timur Gunung Kawi. Sebagai pendiri Kerajaan Singasari, Ken Arok memiliki gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.  Munculnya Ken Arok menandai kemunculan dinasti baru bernama Dinasti Rajasa (Rajawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).  Masa kekuasannya hanya 5 tahun (1222-1227), karena di tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh orang suruhan Anusapati.

Kerajaan Singasari berada di tepi Sungai Bengawan Solo sehingga bisa disimpulkan bahwa masyarakatnya aktif dalam kegiatan perekonomian pelayaran.   Wilayah yang subur juga membuat sektor pertanian di kerajaan ini sangat maju.  Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan Kertanegara merupakan bukti bahwa kerajaan ini berusaha meningkatkan perekonomiannya dengan menguasai jalur perdagangan yang strategis.

Menurut Kitab Pararaton dan Negarakertagama, kehidpuan sosial di Kerajaan Singasari diliputi oleh suasana yang aman, tenteram, dan damai.  Bahkan kehidupan religius masyarakatnya sudah maju sejak zaman Ken Arok.  Hal ini disebabkan karena di Kerajaan Singasari berkembang ajaran Tantrayana (Syiwa Buddha) dengan kitab suci Tantra yang berkembang sejak masa pemerintahan Wisnuwardhana hingga Kertanegara.  Bahkan ketika Jayakatwang menyerang Singasari, tengah berlangsung upacara Tantrayana para mahamantri bersama para pendeta.

Kerajaan Singasari berakhir pada masa kekuasaan Raja Kertanegara, yang merupakan raja terakhir dan terbesar Singasari.  Raja Kertanegara memiliki cita-cita untuk mempersatukan seluruh wilayah nusantara.  

Adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Jayakatwang menyebabkan terbunuhnya Kertanegara.  Dengan gugurnya Kertanegara maka berakhirlah masa kejayaan Kerajaan Singasari yang kemudian dikuasai oleh Jayakatwang.  Dalam Kitab Negarakertagama dan Kidung Harsawijaya disebutkan bahwa Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya yang merupakan raja terakhir Kediri.

Referensi:
Suparno, Drs. 2018. Modul Pendamping Sejarah Indonesia untuk SMK/SMA Kelas X Semester 1.  Klaten Utara: Mulia Group.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel