Pengertian dan Kegunaan serta Kelemahan Earning Per Share (EPS)

Wawasan Pendidikan; taukah sobat sekalian apa itu Earning Per Share (EPS)?? mungkin teman-teman yang menggeluti bidang ekonomi sudah sangat familiar dengan istilah ini, nah, EPS atau dalam istilah indonesia Laba per saham (EPS) adalah bagian dari laba perusahaan yang dialokasikan untuk setiap saham biasa yang beredar. Penghasilan per saham berfungsi sebagai indikator profitabilitas perusahaan. baiklah tidak perlu panjang basa basinya, ini adalah beberapa informasi seputar  Pengertian dan Kegunaan serta Kelemahan Earning Per Share (EPS). semoga bermanfaat.
Photo By mitrariset.com

A.    Pengertian Earning Per Share
  • Menurut Zaki Baridwan (2005) menyatakan:
“Earning Per Share adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode untuk setiap lembar saham yang beredar”.

Perhitungan laba per lembar saham (EPS) menurut Zaki Baridwan di hitung dengan rumus:
  • Menurut Dictionary of Accounting (Abdultah, 1994)
"Laba bersih per saham adalah Pendapatan bersih perusahaan selama setahun dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham yang beredar, dengan pendapatan bersih tersebut dikurangi dengan saham preferen yang diperhitungkan untuk tahun tersebut".
  • Menurut Eduardus Tandelilin (2010) menyatakan:
“Earning per share adalah laba bersih yang siap di bagikan kepada pemegang saham di bagi dengan jumlah lembar saham perusahaan”

Perhitungan laba per lembar saham (EPS) menurut Eduardus Tandelilin adalah:
  • Menurut Besley dan Brigham ( 2001)
"Laba per lembar saham (EPS), adalah : “Earning Per Share is called ‘the bottom line’, denoting that of all the items of on the income statement.” (Laba Per Saham disebut garis bawah yang menunjukkan bahwa dari semua item pada laporan laba rugi).


Dapat disimpulkan EPS adalah jumlah pendapatan atau keuntungan bersih dikurangi saham biasa untuk setiap lembar saham yang beredar saat menjalankan operasinya dalam suatu periode. Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para pemodal sering kali memusatkan perhatian pada besarnya earning per share (EPS) dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham (Eduardus Tandelilin, 2011).

EPS merupakan komponen utama dalam analisis fundamental yang dilakukan investor dalam menganalisis sebelum memutuskan untuk membeli atau menjual saham. Ada alasan yang mendasari penggunaan komponen tersebut, yaitu pertama karena EPS dapat digunakan untuk mengestimasi nilai intristik suatu saham. Kedua deviden yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya berasal dari laba perusahaan. Ketiga ada hubungan perubahan earning dengan perubahan return saham. Variabel EPS dapat dijadikan sebagai gambaran yang diberikan kepada investor oleh sebuah perusahaan mengenai keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu dengan memiliki suatu saham (Zaki Baridwan, 2009).

B.    Kegunaan EPS

Variabel EPS merupakan proxy laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham (Samsul, 2008). Adapun kegunaan EPS sebagai berikut:

1. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan kenaikan nilai saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS atau lembar per saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya (Young, 2009).

2. Laba per lembar saham diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan rata-rata saham biasa yang beredar. EPS merupakan hasil atau pendapatan yang akan diterima oleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dimilikinya atas keikutsertaannya dalam perusahaan. EPS biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang umumnya terhadap korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba dan pertumbuhan return saham.

3. Jumlah pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham adalah pendapatan bersih setelah dikurangi pajak pedapatan. Pendapatan bersih ini setelah dikurangi dengan deviden dan hak-hak lainnya untuk pemegang saham biasa. Dengan cara membagi jumlah pendapatan yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar maka akan diketahui jumlah lembar pendapatan untuk setiap lembar saham tersebut. (Young, 2009)

4. Pendapatan per saham (EPS) perusahaan biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajemen. EPS menunjukkan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS, semakin besar keuntungan (return) yang diterima pemegang saham (Ridwan dan Inge Barlian, 2009).

Jadi jika saham yang beredar dari saham prioritas dan saham biasa maka langkah pertama adalah menentukan pendapatan yang menjadi hak pemegang saham prioritas dan hak tersebut dikurangkan pada laba bersih yang diperoleh baru kemudian dapat dihitung laba per lembar saham (Ridwan dan Inge Barlian, 2009).

C.     Kelemahan Pelaporan Earning Per Share (EPS) dalam Laporan Keuangan

Penggunaan laporan keuangan secara akuntansi dalam analisis perusahaan mengandung beberapa kelemahan, khususnya yang berkaitan dengan pelaporan laba (earning) perusahaan. Permasalahan dalam pelaporan laba (earning) ini terkait dengan kemungkinan munculnya konflik kepentingan antar investor di satu sisi sebagai pengguna laporan keuangan dan manajemen di sisi lainnya sebagai penyaji laporan keuangan. Investor tentu menginginkan pelaporan laba yang jujur apa adanya. Hal ini penting sebagai sumber informasi untuk pembuatan keputusan investasi yang akan dilakukan. Sedangkan pihak lain, manajemen menginginkan pelaporan laba dalam laporan keuangan dibuat sebagus mungkin, dengan berbagai trik dan perilaku khusus. Jika laporan keuangan yang dihasilkan dapat menunjukkan bahwa perusahaan selalu untung maka kinerja manajemen akan terlihat bagus (Kasmir, 2008).

Kelemahan berikutnya berkaitan dengan kemampuan laporan keuangan untuk menggambarkan kondisi perusahaan yang paling terbaru. Seperti yang telah diketahui bahwa laporan keuangan disusun pada akhir periode untuk menggambarkan apa yang telah terjadi pada perusahaan pada periode tersebut. Akan tetapi, gambaran tersebut dalam kenyataannya masih merupakan gambaran sesaat mengenai kondisi pada saat laporan keuangan tersebut dibuat (Kasmir, 2008).

Daftar Pustaka
  • Baridwan, Zaki. (2008). Intermediate Accounting. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Darmadji, Tjiptono, Fakhruddin, Hendy. (2011). Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
  • Kasmir. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Ridwan S, dan Berlian Inge. (2009). Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
  • Samsul, Mohammad. (2008). Profesi Pasar Modal. Jakarta: Erlangga.
  • Tandelilin, Eduardus. (2011). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
  • Young. (2009). Management Accounting. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Abdultah. (1994). Dictionary of Accounting. Yogyakarta : BPFE.
  • Besley. Scott and Eugene F. Brigham. (2001).Principles of Finance. The Dryden Press, Harcourt Brace Colleges Publishers

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel