Peristiwa Rengas Dengklok

Peristiwa Rengas Dengklok

Wawasan Pendidikan. Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita tersebut dirahasiakan oleh tentara Jepang yang ada di Indonesia, tetapi para pemuda Indonesia kemudian mengetahuinya melalui siaran radio BBC di Bandung pada 15 Agustus 1945. Pada saat itu pula Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke tanah air dari Saigon, Vietnam untuk memenuhi panggilan Panglima Mandala Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Pada 15 Agustus pukul 8 malam, para pemuda di bawah pimpinan Chairul Saleh berkumpul di ruang belakang Laboratorium Bakteriologi yang berada di Jalan Pegangsaan Timur No. 13 Jakarta. 

Para pemuda bersepakat bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia yang tidak bergantung kepada negara lain. Sedangkan golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan melalui revolusi secara terorganisir karena mereka menginginkan membicarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Lain halnya dengan pendapat dari Drs. Moh Hatta dan Mr Ahmad Subardjo. Mereka berpedapat bahwa masalah kemerdekaan Indonesia, baik datangnya dari pemerintah Jepang atau hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak perlu dipersoalkan, justru Sekutulah yang menjadi persoalan karena mengalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan mau merebut kembali kekuasaan wilayah Indonesia. Pada akhirnya terdapat perbedaan antara golongan tua dan golongan muda. Perbedaan pendapat tersebut mendorong golongan muda untuk membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta ke Rengasdengklok pada dini hari 16 Agustus 1945. Tujuan dilakukannya pengasingan tersebut adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Dipilihnya Rengasdengklok karena berada jauh dari jalan raya utama Jakarta-Cirebon dan di sana dapat dengan mudah mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.


Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta menempati rumah milik warga masyarakat yang bernama Jo Ki Song keturunan Tionghoa. Golongan muda berusaha untuk menekan kedua pemimpin bangsa tersebut. Tetapi karena kedua pemimpin tersebut berwibawa yang tinggi, para pemuda merasa segan untuk mendekatinya apalagi untuk menekannya. Ir. Soekarno menyatakan bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta melalui pembicaraan dengan Sudancho Singgih. Maka Sudancho Singgih kemudian kembali ke Jakarta untuk memberi tahu pernyataan Soekarno tersebut kepada kawan-kawannya dan pemimpin pemuda. Pada saat itu juga di Jakarta golongan muda (Wikana) dan golongan tua (Ahmad Soebardjo) melakukan perundingan. Hasil perundingannya adalah bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Selain itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumahnya untuk tempat perundingan dan ia bersedia untuk menjamin keselamatan para pemimpin bangsa. Akhirnya Soekarno dan Hatta dijemput dari Rengasdengklok. Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo di rumah Laksamana Tadashi Maeda dini hari tanggal 17 Agustus 1945. 

Pada saat perumusannya, Soekarno membuat konsep dan kemudian disempurnakan oleh Hatta dan Ahmad Soebardjo. Setelah konsep selesai dan disepakati, Sayuti Melik kemudian menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman milik Mayor Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di Lapangan Ikada. Tetapi melihat jalan menuju ke Lapangan Ikada dijaga ketat oleh pasukan Jepang bersenjata lengkap, akhirnya pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di kediaman Ir. Soekarno yaitu di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 (pertengahan bulan Ramadhan) pukul 10.00 dibacakanlah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan kemudian disambung dengan pidato singkat tanpa teks. Bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati dikibarkan olah seorang prajurit PETA, Latief Hendraningrat yang dibantu oleh Soehoed. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel