Makalah Dasar-Dasar Ekologi : Pertanian Berbasis Ramah Lingkungan

Wawasan Pendidikan; perkembangan teknologi membuat berbagai inovasi bahkan meramba hingga ke pertanian. salah satunya adalah dengan mengembangkan pertanian yang ramah terhadap lingkungan. nah, kali ini sobat pendidikan akan membagikan makalah dasar-dasar ekologi tentang pertanian berbasis ramah lingkungan. semoga bermanfaat.


Makalah Dasar-Dasar Ekologi : Pertanian Berbasis Ramah Lingkungan 




OLEH
NUR RAFIYAH RUSLAN (G11114515)
ABRAHAM PAMPANG (G011171532)
FADILLAH RAMDANI (G011171555)
ZELIN GESTRINDA (G011171567)
ADELVIA (G011171311)



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaiakan Makalah ini dengan tema Pertanian berbasis Ramah Lingkungan. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Dasar-Dasar Ekologi.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi kami semua dalam emenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan. Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat dengan efisien dalam proses perkuliahan.

Dalam menyusun makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Demikianlah kata pengantar karya tulis ini berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak ,meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistika juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak. Ktika kita menggabungkan sistem tersebut maka dapat dikatakan sebagai kegiatan  Mix Farming.

Mix farming atau Integrated Farming System adalah kegiatan pertanian organik terpadu berbasis peternakan dan perkebunan komersial. Dalam hal ini usaha pembuatan Fine Compost, pupuk cair, pertanian hortikultura, perikanan dan sebagainya adalah sebagai kegiatan penunjang. MIX FARMING diarahkan pada penataan lahan pertanian rakyat dari muatan subsistence menjadi lahan pertanian modern dengan mengedepankan hasil produksi yang lebih optimal yang di dalamnya diisi berbagai pengusahaan disetiap jengkal lahan yang ada, menjadi lahan yang memiliki daya produktivitas tinggi. MIX FARMING diarahkan pada lahan yang memiliki sifat kering, tadah hujan dan diluar area sentra produksi tanaman pangan. Dalam usaha mix farming tidak dapat kita pungkiri bahwa akan ada limbah yang dihasilkan.

Limbah adalah benda yang dibuang, baik berasal dari alam ataupun dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

1.2 Tujuan dan Kegunaan 
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan meningkatkan pengetahuan tentang pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi sehingga para pembaca atau petani dapat menangani beberapa masalah di bidang pertanian agar produktivitas pertanian dan mutu yang dihasilkan dapat memuaskan. Dan makalah ini juga dibuat agar pembaca dapat mengurangi atau meminimalisir bahkan tidak menggunakan pestisida pada tanaman dengan mengembangkan pertanian ramah lingkungan.

II. LANDASAN TEORI
Apa yang anda pikirkan  mengenai produk pertanian yang ada di Indonesia sekarang ini? Hasil produk kurang berkualitas, residu, pestisida, budidaya yang kurang ramah bagi lingkungan, penggunaan produk pupuk kimia yang berlebihan, dan lain sebagainya. Dari pernyataan tersebut kita mestinya sadar tentang pentingnya pertanian yang ramah lingkungan atau pertanian yang berkelanjutan. Lalu apa yang sebenarnya dimaksud dengan pertanian yang ramah lingkungan? dan apa pentingnya menciptakan pertanian yang ramah lingkungan? Dalam makalah ini kita akan membahasnya. 

2.1  Pengertian Pertanian Ramah Lingkungan
Pertanian Ramah Lingkungan adalah dimana penglolaan pertanian berbasis teknologi yang berkembang tetapi tidak mengganggu ekologi pertanian. Definisi lain menyatakan bahwa pertanian ramah lingkungan pada intinya adalah suatu upaya untuk mencapai produksi yang optimal namun tanpa merusak lingkungan baik fisik, kimia, biologi, maupun ekologi. Adapula yang mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan diartikan sebagai upaya untuk melakukan budidaya pertanian tanpa sampah zero waste, contohnya adalah memanfaatkan limbah padi seperti jerami menjadi pupuk kompos, dan melakukan budidaya dalam upaya mengurangi emisi rumah kaca. Pertanian organik merupakan langkah selanjutnya setelah petani mampu dan familiar dalam mengaplikasikan sistem pertanian ramah lingkungan, 

Ekofarming atau sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan suatu cara bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklus-siklus yang berlangsung di dalam sebuah ekosistem. Dalam sistem ini penggunaan input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama sekali. Peran dekomposer-dekomposer yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami organisme pengganggu tanaman baik berupa predator maupun sifat tertentu dari tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Keberhasilan dari sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak terlepas dari ketersediaan air bagi tanaman. Sebagai komponen penyusun terbesar dari jaringan tanaman, air sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam sel tanaman. Pemenuhan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara sebagian besar diperoleh dari air. Selain itu air juga berperan penting untuk mempertahankan kelembaban dan suhu yang optimum bagi tanaman.

2.2 Apa Itu Ekologi?
Dalam pembahasan terkait tentang pertanian yang ramah lingkungan tentunya kita perlu menerapkan ilmu ekologi. Mengapa kita perlu menerapkan ilmu ekologi, karena ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lain.

III. PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH  LINGKUNGAN
3.1 Pertanian Mix Farming
Sistem pertanian terpadu merupakan komponen yang sangat penting dan sentral di dalam konsep ecovillage. Karena di dalam sistem pertanian terpadu praktek pertanian yang ramah lingkungan sangat dikedepankan. Salah satu syarat dalam pelaksanaan pertanian terpadu adalah harus secara ekologi dapat diterima dan meminimumkan limbah (zero waste). Ecovillage juga mempunyai prinsip ekologis. Jadi antara pertanian terpadu dan ecovillage mempunyai prinsip yang sama.

Pertanian terpadu adalah praktek pertanian yang mengintegrasikan pengelolaan tanaman, ternak dan ikan dalam satu kesatuan yang utuh. Antara ketiga jenis usaha tersebut (tanaman, ternak, ikan) harus terdapat aliran energy biomasa. Tanaman menghasilkan produk samping berupa hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan pakan ikan.

3.1.1 Perkembangan Sistem Pertanian Terpadu: State Of The Art
Sejarah pertanian menunjukkan bahwa sistem pertanian telah berkembang dari sistem indigenous yang ramah lingkungan ice system konvensional, industrial, atau modern yang tidak ramah lingkungan. Di Negara berkembang yang berlklim tropika, termasuk Indonesia, ketldakramahan sistem pertanlan lebih besar lagl akibat bergesernya lahan-Iahan pertanlanoke daerah perbukitan. Hal ini terjadi karena adanya tekanan penduduk dan konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan industri/pabrik. Sebagai akibatnya pertanian tropika telah cenderung berkembang menuju slstem yang rnenggunakan masukan eksternal berlebihan (high-external-input agriculture, HEIA) atau sistem pertanian yang menggunakan sumberdaya lokal secara intensif dengan sedikit atau tidak saran sekali menggunakan masukan eksternal, sehingga mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam (low-external-input agriculture, LElA). 

HEIA merupakan pertanian konvensional dan banyak dipraktikan di lahan-Iahan yang secara ekologik relatif seragam dan dapat dengan mudah dikontrol. Sistem ini telah terbukti berhasil meningkatkan produksi pertanian berkat dukungan masukan eksternal yang berupa benih varietas unggul (terutama hibrida), agrokimia (terutama pupuk anorganik dan pestislda buatan), bahan bakar asal fosil untuk mekanisasi, dan dalam beberapa kasus juga irigasi. Namun, HEIA disadari berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan, berupa kondisi lingkungan yang rusak dan berbahaya bagi mahluk hidup termasuk manusia. 

LEIA, meskipun menggunakan masukan eksternal yang rendah, bukanlah merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini terjadi karena sistem ini banyak dipraktikan di kawasan yang tersebar dan rawan erosi, seperti di lahan-Iahan yang berlereng di perbukitan. Perluasan LEIA ke kawasan baru yang umumnya juga marginal menyebabkan penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap hama penyakit dan bencana kekeringan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, seperti halnya HEIA, sistem LEIA pun tidak berkelanjutan.

3.1.2 Batasan Sistem Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu adalah kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup tanaman, hewan ternak, dan atau ikan. Seringkali, keterpaduan juga dipahami menurut pengertian keterpaduan secara vertikal yakni kegiatan agribisnis yang sekaligus mencakup kegiatan budidaya pertanian (on farm) dan kegiatan agroindustri dan perdagangan hasil pertanian (off form). Namun, tidak seperti sistem pertanian atau agribisnis terpadu yang horizontal, sistem pertanian atau agribisnis terpadu yang vertikal biasanya berbentuk kegiatan pertanian konvensional yang dicirikan oleh adanya spesialisasi komoditi yang diusahakan (monokultur) dan penerapan teknologi mekanisasi dan intensifikasi. Oleh karena itu, tidak seperti LEISA yang pengelolaannya terpadu secara horizontal, system pertanian konvensional yang terpadu vertikal tidak tergolong ke dalam sistempertanian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam hal ini dibatasi sebagai kondisi yang secaa ekologis adaptif dan ramah lingkungan. secara ekonomis menguntungkan, dan secara sosial humanis dan dapat diterima baik oleh penyelenggara kegiatan pertanian itu maupun oleh masyarakat di sekitamya. Terdapat lima model sistem pertanian terpadu yang dapat dibuka, yaitu:
  • sistem pertanian terpadu berbasis tanaman,
  • sistem pertanian terpadu berbasis ternak
  • sistem pertanian terpadu berbasis perikanan darat
  • sistem pertanian terpadu berbasis agroforestry
  • sistem pertanian terpadu berbasis agroindustri
Model sistem pertanian terpadu yang akan dlkembangkan di suatu daerah perlu disesuaikan dengan karakteristik daerah tersebut. Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah:
  • Pilihan komoditi dan teknologinya sesuai dengan kondisi setempat (spesifik lokasi).
  • Nilai ekonominya dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) petani, dan 
  • Kinerjanya tidak merusak lingkungan. Agroekosistem yang berkelanjutan ini pada akhirnya diharapkan dapat menjadi sistem pertanian yang bebas limbah (zero waste).
3.1.3 Langkah-Langkah Dalam Perancangan Pertanian Terpadu Bersistem Leisa
LEISA (pertanian berkelanjutan yang bermasukan eksternal rendah), sebagaimana yang dikemukakan dalam butir 1.1. merupakan salah satu sistem pertanian terpadu unggulan masa depan yang dapat mengurangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh system pertanian konvensional. Sistem pertanian yang ramah lingkungan ini dapat di pandang sebagai system  pertanian antara menuju sistem pertanian organic yang pada saat ini telah mendapat perhatian besar dari pemerintah Indonesia.

Keberianjutan sistem LEISA lebih cepat dicapai jika komoditi yang diusahakan merupakan komoditi yang dapat beradaptasi di daerah setempat. Oleh karena itu, sistem LE ISA merupakan sistem pertanian yang spesifik lokasi yang berkelanjutannya dapat dicapai oleh berbagai agroekosistem yang berbeda komponennya.

1) Penetapan Lokasi Dan Penilaian Potensi Lahan
Asalkan cukup airnya. Lahan di Negara kita yang beriklim tropis pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk sistem LEISA. Dalam konteks ini, pertimbangan ekologik yang diambil mencakup hal-hal berikut: 
  • lahan sedikitnya dapat diusahakan untuk dua musim tanam
  • lahan biasanya diusahakan dengan teknologi pertanian konvensional. 
Untuk maksud pemberdayaan petani. penetapan lahan selanjutnya dilakukan dengan pertimbangan ekonomik sebagai berikut: 
  • usahatani yang kini dilaksanakan masih dapat ditingkatkanefisiennya
  • lokasi lahan beraksesibilitas baik. tidak terlalu jauh dari pasar sarana produksi dan produk usaha tani. 
Pertimbangan sosialnya: 
  • pemilik lahan berkekurangan modal untuk menggarap lahannya (sehingga digarapkan kepada petani lain).
  • para petani yang kini menggarap lahan juga berkekurangan modal untuk kegiatan usahataninya.
  • para petani penggarap lahan. meskipun belum mengetahui teknologi LEISA diharapkan telah terbiasa dengan teknologi pertanian konvensional.
  • pemilik lahan diharapkan akan menjadi petani maju yang memahami sistem LEISA. 
Peruntukan lahan ditetapkan dengan memperhatikan kelayakannya sebagai tempat kegiatan pertanian yang direncanakan. Lahan untuk pertanaman diupayakan agar tanahnya selalu tertutup oleh kanopi tanaman. Oleh karena itu, diusahakan untuk melakukan penanaman sisipan komoditi sayuran berumur pendek menjelang panen hingga menjelang pengolahan tanah musim tanam berikutnya.

2) Seleksi Dan Penetapan Komoditi 
Seleksi dan penetapan komoditi dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya petani sesering mungkin mendapatkan penghasilan dari lahannya. Sebagai contoh:
  • peternakan ayam dapat memberikan penghasilan harian bagi petani, pemeliharaan ikan memberikan penghasilan setiap 20-30 hari atau 3 bulan, pertanaman semusim (padi, jagung, kedelai) memberikan penghasilan setiap 3-4 bulan, penggemukan domba memberikan penghasilan setiap 4 bulan, pertanaman tahunan (tanaman buah-buahan,  tanaman perkebunan) memberikan penghasilan dalam jangka panjang.
Dalam seleksi dan penetapan komoditi ini, kesuaiannya dengan lingkungan setempat dan prospek pasarnya merupakan dua hal yang paling utama untuk dipertimbangkan.

3) Penetapan Pola Tanam Dan Tata Letak Tanaman Dan Ternak/ Ikan Dilahan
Pola tanam ditetapkan berdasarkan pola curah hujan setempat, lebih dlutamakan dengan memilih tempat kegiatan yang bercurah hujan memungkikan tiga kali pengusahaan tanaman semusim berturut-turut pertahun. Pergiliran dan rotasi tanaman semusim dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya Inkorporasi brangkasan atau hasil dekomposisi biomassa, terutama legume semusim, ke dalam tanah di setiap tahunnya.

Prinsip zonase digunakan dalam penetapan tata letak pertanaman dan ternak dilahan. Dengan pnnsip ini pengelolaan usaha tani ingin dilakukan secara efisien, baik dari aspek ekonomi usaha tani, intensitas pemeliharaan tanaman/ternak maupun dan aspek ekologi (pendaurulangan hara) dl dalam lahan. Namun, dalam skala luasan lahan yang tidak besar, arah arus hara antar komoditi yang diusahakan perlu lebih mendapat perhatian daripada prinsip zonase tersebut.

4) Penetapan Cara Penanganan Sarana Produksi Dan Produk
Sarana produksl dan produk dl dalam lahan dltanganl sedemlklan rupa hlngga daur ulang produk ikutan atau limbah yang telah diolah dapat berlangsung. Dalam jangka panjang perlu diupayakan untuk rnengubah sistem LEISA menjadi pertanian organic {organic (arming) sehingga lahan akan dibebaskan dari penggunaan masukan eksternal berupa agrokimia (pupuk inorgaik dan pestisida buatan). Selain itu, perlu diupayakan pula agar pakan temak yang berupa konsentrat dapat dibuat sendiri dengan menggunakan bahan baku yang dihasilkan di lahan. Sarana produksi pertanian yang didatangkan dari luar lahan, khususnya masukan eksternal berupa pupuk inorganic dan pestisida bualan hendaknya diupayakan dalam jumlah yang terbatas. Untuk menekan biaya, sarana produksi pertanian yang diperlukan dibeli dari pasar terdekat. Demikian pula, pemasaran produk diupayakan ke pasar terdekat secara langsung tanpa perantara. Bahkan jika mungkin, sistem LEISA yang merupakan diversiflkasi usaha tani secara horizontal ini diperkaya dengan mengembangkan diversilikasi vertikal untuk meningkatkan nilai tambahnya.

5) Pola Tanam Dan Pemeliharaan Ternak/Ikan
Pola tanaman dan teroak harus dirancang selain untuk mencapai produksi maksimat dan perolehan keuntungan bagi petani, juga untuk menekan sebesar mungkin masukan eksternal, khususnya pupuk buatan dan meningkatkan keramahan lingkungan sistem usaha tani.

3.2 Penerapan SIstem Daur Ulang
Limbah Pertanian sebagai Sumber Bahan Organik dan hara Tanah, limbah pertanian termasuk di dalamnya perkebunan dan peternakan seperti jeramai, sisa tanaman atau semak, kotoran binatang peliharaan dan yang sejenisnya merupakan sumber bahan organik dan hara tanaman. Limbah tersebut dapat langsung ditempatkan diatas lahan pertanian atau dibenam. Untuk hasil lebih efektif, sebaiknya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Menurut Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2007), pelapukan limbah-limbah tersebutsecara alami membutuhkan waktu 3-4 bulan lebih, sehingga upaya pelestarian dengan penggunaan bahan organik pada lahan-lahan pertanian mengalami hambatan. Hal itu akan lebih rumit lagi jika dihadapkan pada masa tanam yang mendesak, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Salah satu metode mempercepat pelapukan limbah pertanian agar segera berfungsi dalam perbaikan sifat-sifat tanah dan ketersediaan hara adalah dengan pembuatan kompos.

3.2.1 Limbah Pertanian Sebagai Pengendalian Penyakit Tanaman
Menurut Aryantha (2002), penggunaan hasil pengolahan limbah pertanian
disamping dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan sebagai sumber unsur hara tanah, juga bermanfaat dalam pengendalian penyakit tanaman. Pemakaian kotoran baik yang segar maupun yang sudah difermentasikan telah banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Sebagaicontoh, kotoran ayam dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mengendalikan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari hasil penelitian Aryantha et al, (2000), kotoran ayam dan sapi yang dikomposkan selama 5 minggu telah berhasil menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol penyakit busuk akar oleh Phytopthora cinnamomi.

3.2.2 Limbah Pertanian Sebagai Mulsa
Dalam budidaya pertanian terpadu, beberapa jenis tanaman memerlukan mulsa sebagai penutup tanah agar pertumbuhan dan produksi tanaman dapat dioptimalkan sesuai dengan potensi genetis tanaman. Mulsa dapat diperoleh dari limbah tanaman seperti jerami, tongkol jagung, rumput, dan yang sejenisnya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa mulsa mempunyai banyak fungsi dalam sistem pertanian. Anis et al, (2007) melaporkan bahwa penggunaan mulsa jerami pada fase pertumbuhan tanaman -stroberi dapat meningkatkan efesiensi penggunaan air sebesar 58,65%, yaitu dari 319,87 mm tanpa mulsa menjadi 187,60 mm dengan mulsa jerami. Hal ini akan mempunyai art dan manfaat yang sangat penting pada lahan kering. Menurut Suhayatun (2006) mulsa dapat menjaga stabilitas suhu tanah sehubungan dengan kemampuannya dalam menahan intensitas sinar matahari di siang hari, dan tetap mempertahankan penurunan suhu tanah di malam hari.

3.2.3 Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak
Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar. Penelitian tentang manfaat limbah pertanian untuk pakan ternak juga telah dilakukan di lahan kering. Menurut Supriadi dan Soeharsono (2008), limbah pertanian yang umum disimpan sebagai pakan ternak di musim kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerma kedelai dengan cara di keringkan. Pengeringan rata-rata 3-4 hari jemur matahari langsung, kemudian disimpan di para-para kandang atau dibuatkan khusus kandang pakan sebagai lumbung pakan. Selain digunakan sebagai pakan ternak ruminansia, limbah pertanian juga dapat dijadikan sumber pakan berbagai jenis unggas melalu teknologi fermentasi substrat limbah.

3.2.4 Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik
Limbah Pertanian mix farming sebagai Sumber Bahan Organik dan hara Tanah, limbah pertanian termasuk di dalamnya perkebunan dan peternakan seperti jeramai, sisa tanaman atau semak, kotoran binatang peliharaan dan yang sejenisnya merupakan sumber bahan organik dan hara tanaman. Limbah tersebut dapat langsung ditempatkan di atas lahan pertanian atau dibenam. Untuk hasil lebih efektif, sebaiknya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Menurut Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian , pelapukan limbah-limbah tersebutsecara alami membutuhkan waktu
3-4 bulan lebih, sehingga upaya pelestarian dengan penggunaan bahan organik pada lahan-lahan pertanian mengalami hambatan. Hal itu akan lebih rumit lagi jika dihadapkan pada masa tanam yang mendesak, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Salah satu metode mempercepat pelapukan limbah pertanian agar segera berfungsi dalam perbaikan sifat-sifat tanah dan ketersediaan hara adalah dengan pembuatan kompos.

3.2.5 Limbah Pertanian sebagai Bahan Kerajinan
Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan kerajinan adalah batang pisang, alang-alang, dan beberapa jenis rumput. Didixz (2008) menjelaskan prosedur penggunaan batang pisang untuk dijadikan kertas, yaitu setelah mengalami proses pengeringan dan pengolahan lebih lanjut, proses pembuatan kertas dari bahan batang pisang.

3.2.6 limbah pertanian sebagai sumber energi/ gasbio
biomassa berupa limbah pertanian sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas. Menurut Juankhan (2008), Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di perdesaan. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), penggerak mesin penggiling padi. pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu dan gula. Disamping sebagai bahan bakar, limbah pertanian seperti kotoran hewan dapat dimanfaatkan sebagai biogas.

IV.  KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah diuraikan dalam makalah ini, kami menarik kesimpulan bahwa pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi dapat menjadi solusi dalam menghadapi masalah terutama melalui pertanian dan daur ulang seperti yang di bahas dalam makalah ini. Dimana pertanian terpadu adalah praktek pertanian yang mengintegrasikan pengelolaan tanaman ternak dan ikan pada saat bersamaan. Sehingga meningkatkan hasil produktivitas pertanian. 

Pertanian ramah lingkungan berbasis mix farming (pertanian terpadu) tidak terlepas dari proses daur ulang limbah pertanian. Kemudian daur ulang limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organic atau kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta dapat dipakai untuk menurunkan serangan beberapa penyakit tanaman dan juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Sumber energi (kayu bakar dan biogas) serta dapat dijadikan bahan kerajinan.

4.2 Saran 
Kami sebagai pembuat makalah ini mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Jadi,diperlukan penelitian lebih lajut agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat memberikan solusi atau manambah pengetahuan penulis maupun pembaca mengenai pertanian ramah ingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Dafit ahmad. Jenis limbah dan daur ulang limbah. 17.04 
  • Juankhan. Pemanfaatan energi biomassa. 2008. Jakarta 
  • Kalang Pangeran. Mix Farming. 12.15.  
  • Sulaiman Ahmad. Sistem Pertanian terpadu. 2017. IPB
  • Z. Didix. Prosedur penggunaan batang pisang untuk dijadikan kertas. 2008. GajaMada: Press

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel