Contoh Makalah Tentang Cinta dan Benci

Contoh Makalah Tentang Cinta dan Benci


BAB I
PENDAHULUAN

Wawasanpendidikan.com,- Siapapun pasti akan merasakan jatuh cinta. Cinta adalah sebuah anugerah Tuhan pada setiap makhluknya tanpa terkecuali. Cinta adalah sebuah fitrah yang ada pada setiap makhluk. Cinta tidak memandang siapapun dan apapun. Ia akan hinggap pada tiap-tiap makhluk dengan caranya sendiri.

Terma tentang cinta tidak akan pernah habis. Selalu ada aspek-aspek baru untuk mengkaji cinta. Dalam kehidupan sehari-hari, cinta selalu mengambil bagian sekecil apapun peluang yang ada. Cinta tidak pernah membuang kesempatan yang ada dihadapannya. Selagi ia bisa mengambil bagian, ia akan mencoba untuk memaksimalkan kesempatan tersebut.

Kajian tentang cinta selalu mendapat respon yang begitu besar. Buku, majalah, artikel, lagu, sinetron bahkan hal-hal kecil tak pernah luput dari cinta. Untuk mengiklankan sebuah permen saja dibutuhkan cinta. Sungguh cinta ingin menunjukkan betapa hebatnya ia sehingga setiap orang harus membawanya kemanapun ia pergi.

Islam memandang cinta sebagai salah satu wujud dari iman. Cinta dalam islam menjadi salah satu alat untuk dapat mengimani Allah beserta lima komponen iman lainnya. Ketika seorang muslim tengah jatuh cinta pada Allah, maka komponen iman lainnya secara perlahan turut serta atas rasa cinta yang tumbuh pada diri seorang muslim tersebut.



Ketika seseorang sedang jatuh cinta, ada pertanyaan yang sering diajukan. Apakah yang melandasi cintanya ? Adakah murni karena cinta ataukah hanya nafsu belaka ? Bagaimanakah cinta yang murni ? Bagaimana pula cinta karena nafsu ? Pertanyaan ini sering terjadi ketika seorang manusia jatuh cinta pada lawan jenisnya. Pertanyaan ini jarang diajukan ketika manusia jatuh cinta pada Penciptanya. Ironis !

Terlalu banyak konsepsi mengenai cinta. Konsepsi ini pun lahir sebab proses yang beraneka ragam dari masing-masing individu. Pengalaman yang berbeda-beda inilah yang menyimpulkan cinta melalui perspektif-perspektif yang beragam. Cinta yang demikian adalah cinta secara lahiriah terhadap sesama makhluk. Hal ini tentu berbeda dengan cinta yang bersinggungan dengan Khaliq, Pencipta alam semesta beserta isinya.

Cinta kepada Allah tidak bisa dideskripsikan dengan analogi cinta kepada makhluk. Cinta kepada Allah mempunyai proses yang berbeda dengan cinta kepada makhluk. Cinta kepada Allah bukanlah cinta yang dari mata turun kehati sebagaimana cinta kepada makhluk. Orang jawa sendiri mempunyai pepatah mengenai cinta, yaitu witing tresno jalaran soko kulino yang artinya benih-benih cinta tumbuh sebab seringnya bertemu. Mungkinkah cinta kepada Allah disebabkan karena bertemu dengan Allah ? Padahal bertemu dengan Allah hanya bisa terjadi ketika nanti di surga.

Oleh sebab itu manusia hanya bisa berujar bahwa cinta dan bencinya karena Allah. Bukan berarti statemen ini menafikan cinta makhluk kepada Allah. Namun bentuk manifestasi cinta kepada Allah adalah dengan cinta dan benci karenaNya. Untuk mewujudkan rasa cinta dan benci karena Allah bukanlah hal yang mudah sebagaimana mudah diucapkan. Cinta dan benci karena Allah lebih diarahkan pada cinta dan benci yang timbul pada hati. Hal-hal yang berkaitan dengan hati bukanlah hal yang ada pada ranah akal. Namun demikian ada langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mewujudkan sehingga cinta dan benci karena Allah dapat terwujudkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cinta dan Benci

Cinta adalah sebuah anugerah Allah yang baik. Namun kehadiran benci tidak dapat dinafikan begitu saja. Dua hal ini selalu beriringan. Ketika seseorang tengah jatuh cinta, maka benci harus diwaspadai. Ketika seseorang tengah benci pada seseorang, cinta akan datang dan menghapus perasaan benci yang timbul. Demikianlah dua hal ini selalu menghiasi hati seseorang dengan kadarnya sendiri.

Cinta yang merupakan fitrah pada setiap manusia, tidak bisa timbul dengan sendirinya. Ia laksana ikan yang perlu umpan untuk memancingnya. Demikian halnya dengan benci. Namun yang perlu diwaspadai adalah nafsu yang dapat menyusup diantara cinta dan benci. Manusia memiliki tiga nafsu, yaitu nafsu muthmainnah, nafsu ammarah dan nafsu lawwamah. Ketika cinta datang maka nafsu muthmainnah berperan. Nafsu ammarah berperan ketika benci tengah merasuk pada diri manusia.

Di dalam Lisan al-‘Arabi disebutkan bahwa hubb antonym dari bughd yaitu benci.  Mahabbah (cinta) menurut Imam al-Ghazali berasal dari kata hubb, yang artinya biji atau inti. Sedangkan sebagian sufi mengatakan hubb terdiri dari dua kata, ha dan ba. Huruf ha artinya ruh, dan ba berarti badan. Karena itu, hub merupakan ruh dan badan dari proses keagamaan kita.  Dan يَبْغُضَ dari madly بَغُضَ    yang berarti membenci.  Atau dapat berarti  نَقِيضُ الحبّ (lawan cinta). 

Kadar cinta dan benci pada manusia sejatinya dapat berkurang dan bertambah sebagaimana iman. Segala hal yang berkaitan dengan hati tentunya akan mengalami kegoncangan sebab sifat hati yang labil. Hal ini berlaku pada manusia secara umum. Berbeda dengan mereka para ulama’, auliya’ serta nabi dan rasul yang imannya selalu bertambah serta malaikat yang konsisten dengan imannya.

Cinta secara luas diartikan dengan segala macam bentuk kesenangan atau kegembiraan serta kebahagiaan. Sebaliknya benci secara luas diartikan sebagai sebuah bentuk ketidaksenangan secara umum. Kagum muncul serta merta iri. Rajin muncul serta merta malas. Konteks cinta dan benci karena Allah bukanlah sebagaimana analogi tadi melainkan lebih pada sebuah bentuk wujud keimanan pada Allah.

Cinta karena Allah bukan sekedar slogan, tetapi adalah hakekat yang membutuhkan adanya bukti. Allah menunjukkan cara untuk membuktikan kecintaan kepada-Nya dengan firman-Nya. Ayat yang berbicara tentang benci:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُون 

B. Tumbuhnya Cinta dan Benci

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tentu akan bersinggungan dengan perasaan, ucapan, perbuatan, serta sikap yang dilakukan tentunya memiliki kadar yang berbeda dalam realisisanya. Porsi makan antara pagi, siang dan malam tentunya mengalami perbedaan. Demikian juga dengan tindakan serta perilaku. Ketika bangun dari tidur mungkin seseorang diliputi kesenangan karena ia telah melewati waktu istirahatnya dengan tidur nyenyak. Namun seketika ia bisa langsung berubah murung bahkan tegang mengingat tugas telah menumpuk di depan mata.

Hal demikian bukanlah hal tabu dikalangan manusia. Manusia selalu mengedepankan aspek rasio terhadap segala hal yang dihadapinya sebelum akhirnya berlabuh pada aspek perasaan yang seakan-akan menjadi terminal terakhir dari setiap masalah. Seketika pula manusia akan merasa senang serta sedih. Cinta dan benci jika tidak dikontrol dengan baik akan terjadi ketimpangan. Cinta dan benci akan selalu mengiringi manusia.
Ketika cinta tumbuh bersemi pada diri manusia, bisa dipastikan ia tengah mengalami hal-hal yang baik dan indah. Ketika hal yang baik dan indah tersebut ternoda, maka benci secara perlahan bahkan spontan akan muncul menggantikan cinta. Normalnya, jika cinta yang tumbuh serta telah mendapat perawatan dari sang pecinta ternoda, secara reflek amarah akan muncul dalam bentuk benci. Tidak ada padi yang tak dikelilingi hama. 
    
C. Proporsi Cinta dan Benci

Cinta dan benci tak dapat dipisahkan. Hanya saja kadar cinta dan benci lah yang harus mendapat perhatian. Hal ini dimaksudkan agar cinta yang tumbuh bukanlah cinta buta ataupun cinta yang melewati batas sehingga menembus batas-batas kemanusiaan. Cinta yang dilandasi nafsu tidak akan bertahan lama sebab cintanya memiliki tujuan-tujuan tertentu saja. Namun cinta yang memang lahir secara naluriyah murni akan terjaga sebab tujuan cintanya tidak memiliki target-target tertentu.

Tidak mudah memproporsikan cinta hingga seratus persen. Jikapun bisa sifatnya hanya sementara. Penyebabnya adalah benci yang tidak dikontrol dengan baik. Dalam cinta yang seratus persen tersebut harus ada benci dalam artian sebagai bentuk preventif. Menjaga kemungkinan yang akan timbul tentu akan lebih baik daripada harus menahan kesalahan yang timbul disebabkan lalainya langkah preventif.

حدثنا محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال: حدثنا أيوب، عن أبي قلابة، عن أنس، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار)

Hadis diatas menyiratkan bahwa proporsi cinta dan benci secara balance merupakan salah satu kunci untuk merasakan bagaimana manisnya iman dimana harus diawali dengan cinta serta diiringi oleh benci. Kedudukan Nabi dengan Mar’a disana lebih pada derajatnya. Sejatinya, hadis diatas mengindikasikan bagaimana kita memproporsikan cinta terhadap orang yang kita hadapi.

D. Cinta Horizontal dan Cinta Vertikal

Konteks keagamaan, cinta memiliki dualisme pada dirinya terutama pada manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna melakukan interaksi tidak hanya dengan sesamanya, namun juga dengan Pencitapnya sebagai wujud peribadatan. Interaksi yang timbul tentu dilandasi oleh perasaan serta pemikiran. Konteks pemikiran mungkin bisa direkayasa namun perasaan selalu jujur terhadap siapapun.

Setiap manusia tentu akan mengalami jatuh cinta pada sesamanya. Hal ini murni terjadi sebagai cinta pertama. Apakah mungkin cinta pertama terjadi langsung terhadap Allah ? Secara akal ataupun perasaan jarang terjadi. Sebab cinta tumbuh ketika manusia melakukan interaksi. Interaksi yang terjadi haruslah dengan bertatap muka, bertemu serta berkomunikasi langsung. Maka demikianlah cinta secara horizontal tumbuh yang menjadi pijakan awal sebelum menumbuhkan cinta secara vertikal terhadap Pencipta.

Ketika seseorang tengah dilanda cinta terhadap sesama makhluk, secara implisit terdapat pesan yang seharusnya dapat diungkap. Istilah lainnya adalah hikmah dibalik setiap peistiwa. Ketika dua hati tengah terpaut, ada hal yang harus diungkap, yaitu kebesaran Allah yang telah mempersatukan dua hati tersebut. Berawal dari mengagumi kebesaran Allah itulah akan muncul benih-benih rasa kagum terhadap Allah sebagaimana munculnya benih-benih cinta terhadap sesama makhluk.

Benih-benih kekaguman akan berkembang menjadi benih-benih cinta. Ketika benih-benih cinta telah berproses menjadi cinta, maka manusia akan tahu bagaimana cinta terhadap makhluk dan cinta terhadap Khaliq. Secara perlahan manusia akan mendapati perbedaan antara cinta pada makhluk serta cinta pada Allah. Perbedaan itupun muncul sesuai dengan proses individu masing-masing dalam memahami rasa cintanya kepada Allah.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا زَبَّانُ بْنُ فَائِدٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَفْضَلِ الإِيمَانِ قَالَ « أَفْضَلُ الإِيمَانِ أَنْ تُحِبَّ لِلَّهِ وَتُبْغِضَ فِى اللَّهِ وَتُعْمِلَ لِسَانَكَ فِى ذِكْرِ اللَّهِ ». قَالَ وَمَاذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَأَنْ تُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ وَتَكْرَهَ لَهُمْ مَا تَكْرَهُ لِنَفْسِكَ وَأَنْ تَقُولَ خَيْراً أَوْ تَصْمُتَ »

Hadis diatas menyiratkan bahwa kadar cinta kepada makhluk haruslah sesuai dengan kadar cinta kepada diri sendiri. Ketika manusia mampu menyetarakan kadar cintanya terhadap makhluk lainnya sebagaimana ia mampu mencintai dirinya sendiri, maka ketika itu pula ia mampu secara bertahap cinta dan benci disebabkan Allah. Balance yang timbul memberikan pengaruh pada psikis manusia bagaimana ia harus bersikap seebagaimana mestinya.
   
E. Memposisikan Cinta dan Benci Secara Manusiawi

Cinta dan benci pada diri manusia merupakan hal yang pasti ada. Sebesar apapun rasa cinta yang dimiliknya memiliki potensi rasa benci, demikian juga sebaliknya. Meskipun demikian, manusia memiliki rambu-rambu tersendiri untuk mengatur potensi rasa cinta dan benci pada dirinya. Rambu-rambu yang harus dijaga adalah nafsu. Nafsu merupakan elemen penting yang ada pada manusia yang isinya bergantung pada sikap manusia dalam mengaturnya.

Manusia yang mampu mengolah nafsunya dengan baik tentu akan memunculkan potensi cinta dengan baik pula. Namun jika ia gagal mengolah nafsunya, tentu potensi benci akan berkembang dengan baik menguasai pemiliknya. Manusia dengan kemampuan instingnya harus dimaksimalkan agar tidak timbul potensi buruk yang ada pada dirinya. Usaha untuk mengendalikannya harus diupayakan secara maksimal sebagai bentuk perwujudan cinta pada Allah.

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِىُّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أُرَاهُ رَفَعَهُ قَالَ « أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا »

Dapat disimpulkan bahwa manusia tidak boleh melakukan segala hal secara berlebihan, termasuk cinta dan benci. Dua hal ini sebagaimana tertera dalam hadis diatas akan datang silih berganti sehingga harus diatur sedemikian rupa oleh pemilikinya. Posisi hati sebagai induk cinta dan benci harus berperan secara maksimal sehingga benci dan cinta dapat dijaga secara maksimal.
  
F. Memposisikan Cinta dan Benci Karena Allah

Pada ranah inilah peran hati begitu urgen. Konteks tasawuf membagi manusia dengan dua sifatnya, sifat kemanusiaan serta sifat kebinatangan. Manusia dengan sifat kebinatangannya selalu memiliki hasrat untuk memiliki tanpa ingin memberi, menguasai secara komprehensif, menjadi yang terbaik serta sifat-sifat individual yang terkesan buruk. Sifat inilah yang seharusnya dibuang jauh-jauh dari diri manusia baik secara potensi maupun aksinya.

Ketika manusia benar-benar memiliki sifat-sifat kemanusiaanya secara utuh, rasa cinta yang tumbuh dan berkembang adalah rasa cinta yang benar-benar tulus tanpa ada tendensi apapun. Ketika cinta yang ada tumbuh, maka cinta tersebut tidak akan pernah mengharapkan timbal balik apapun dari yang dicintainya. Hal ini disebabkan rasa cinta yang benar-benar murni. Maka ketika manusia mencintai segala hal karena rasa cintanya kepada Allah, ia akan mendapat balasan yang tak pernah diharapkan sebelumnya dalam artian balasan yang baik. Sebab dengan mendasari segala cinta dengan cinta kepada Allah, manusia akan menampilkan cintanya secara penuh serta mendedikasikannya sepenuh hati kepada yang dicintainya sebab cintanya kepada Allah.

حدثنا مسلمة بن جابر اللخمي ، ثنا منبه بن عثمان ، حدثني صدقة ، حدثني النعمان ، عن مكحول ، ويحيى بن الحارث ، عن القاسم ، عن أبي أمامة ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « من أحب لله وأبغض (1) لله وأعطى لله ومنع لله فقد استكمل الإيمان »

Ketika cinta, benci, memberi serta melarang didasari rasa cinta kepada Allah, iman seseorang akan menjadi sempurna. Namun untuk melakukan segala hal dengan didasari rasa cinta kepada Allah bukanlah hal mudah. Memunculkan cinta sejati karena Allah butuh beberapa proses tersendiri sehingga nantinya cinta tersebut tumbuh secara alamiyah sesuai proses yang dilaluinya. 

Bagaimanakah dengan benci karena Allah ? bukankah Allah adalah dzat yang maha baik dari segala sifat-sifat buruk ? Allah adalah dzat yang memang baik dari segala sifat-sifat buruk. Benci karena Allah bukan berarti menjadikan Allah sebagai kambing hitam atas rasa benci yang ada, melainkan menjadikan Allah sebagai alasan utama terhadap sesuatu yang memang dibenci Allah. Allah dengan segala sifat-sifat baiknya membenci segala perbuatan buruk manusia. Ketika manusia mampu membenci karena Allah juga membenci perbuatan tersebut maka manusia tersebut telah mampu mewujudkan salah satu cabang iman dalam wujud benci dan cinta karena Allah bukan karena nafsu kebinatangannya.

Menjadikan Allah sebagai alasan untuk cinta dan benci bukanlah mencari alasan agar cinta dan benci yang dimiliki menjadi benar. Benci dan cinta karena Allah sejatinya adalah mendasari perasaan cinta dan benci karena berlandaskan iman kepada Allah. Perasaan benci dan cinta karena dasar iman kepada Allah tentu akan memunculkan suatu kebaikan baik bagi yang menyatakan ataupun orang yang menerima pernyataan tersebut. Cinta dan benci yang ada merupakan representasi dari cinta dan benci sebagaimana cinta dan bencinya Allah, bukan representasi dari cinta dan bencinya seorang manusia.

Kecintaan Allah serta kebencian Allah telah jelas. Allah tentu cinta terhadap segala bentuk kebaikan serta benci akan segala bentuk keburukan. Sebisa mungkin bagi seorang muslim untuk melatih dirinya untuk membiasakan diri dengan segala perbuatan yang disenangi Allah serta menjauhi segala perbuatan yang dibenci olehNya. Adanya pembiasaan ini merupakan sebuah bentuk konkrit upaya preventif pada diri seorang muslim serta penanam benih-benih kebaikan sehingga dalam perilaku sehari-harinya ia dapat merepresentasikan cinta dan benci yang Allah tunjukkan. Hadis berikut ini menunjukkan betapa benci dan cinta dijelaskan sebagai bentuk iman yang paling ampuh.

أخبرنا أبو عبد الله الحافظ أنا أبو بكر أحمد بن إسحاق الفقيه أنا محمد بن محمد بن حيان نا أبو الوليد نا جرير بن عبد الحميد عن ليث عن عمرو بن مرة عن معاوية بن سويد عن البراء بن عازب : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم سئل أي عرى الإيمان أوثق ؟ قال : الحب لله و البغض لله

G. Manajemen Cinta dan Benci

Mendiskusikan cinta dan benci tentu melibatkan segenap perasaan yang dimiliki. Perkara-perkara hati bukanlah menjadi ranah akal sepenuhnya, namun menjadi milik hati hampir seratus persen. Hal ini terjadi disebabkan muara dari cinta dan benci adalah hati. Secerdas apapun akal manusia mencari solusi, tidak akan pernah terealisasi secara maksimal sebab terkadang akan bertolak belakang dengan hati.

حدثنا أبو نعيم حدثنا زكرياء عن عامر قال سمعت النعمان بن بشير يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( الحلال بين والحرام بين وبينهما مشبهات لا يعلمها كثير من الناس فمن اتقى المشبها استبرأ لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات كراع يرعى حول الحمى أوشك أن يواقعه ألا وإن لكل ملك حمى ألا وإن حمى الله في أرضه محارمه ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب 

Sangat jelas bahwa hati menjadi pusat dari diri manusia. Jika hati rusak maka rusaklha keseluruhan komponen manusia. Demikian sebaliknya, jika hati baik, maka seluruh komponen akan menjadi baik. Manajemen hati lebih diupayakan darri pengaruh eksternal masing-masing individu. Menjaga hati wajib hukumnya agar terhindar dari sifat-sifat tercela. 

Manajemen cinta dan benci berpusat pada hati. Jika hati mensugestikan cinta terlebih dahulu maka aura pertama yang ditimbulkan adalah rasa sayang sebab cinta tersebut. Namun jika sugesti awal adalah benci, maka aura negatif akan tumbuh sebab benci tersebut. Demikian halnya jika manusia benci dan cinta karena Allah. Persepsi awal yang harus dimiliki adalah persepsi positif dalam menyikapi segala hal. Meskipun hal yang kita hadapi merupakan hal yang dibenci Allah sebab Allah tidak serta merta membenci kondisi makhluknya tanpa adanya proses menjadi baik. Benci yang Allah maksudkan adalah kondisi terakhir dari manusia tersebut. Hadis berikut merupakan sedikit contoh akan apa yang Allah suka dan benci. 

قال : وثنا إبراهيم بن فراس قال : قال أبو إسحاق الخواص : « إن الله يحب ثلاثة ويبغض ثلاثة ، فأما ما يحب : فقلة الأكل ، وقلة النوم ، وقلة الكلام ، وأما ما يبغض : فكثرة الكلام ، وكثرة الأكل ، وكثرة النوم »
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Memahami cinta dan benci karena Allah harus diawali dengan memahami cinta dan benci secara luas. Cinta dan benci karena Allah jangan sampai disamakan dengan cinta dan bencinya seorang manusia. Ada sekat-sekat yang tidak bisa ditembus meskipun melalui sumber yang sama yaitu hati. Cinta dan benci karena Allah didasari dengan iman sedangkan cinta dan benci seorang manusia lebih didasari pada nafsu.

Upaya konkrit yang harus dilakukan bagi masing-masing individu adalah melakukan pembiasaan untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai langkah memahami cinta dan benci karena Allah. Ketika seseorang telah terbiasa dengan hal-hal yang baik, ia akan mendapati hikmah disetiap kegiatan yang dilakukannya. Dari hikmah tersebut muncul rasa kekaguman yang menjadi titik awal tumbuhnya cinta kepada Allah.

Dengan demikian, cinta dan benci karena Allah dapat terealisasi sebagaimana dikonsepkan serta dilakukan oleh Nabi. Titik-titik hikmah yang muncul akan menjadi pemicu bertambahnya rasa cinta kepada Allah sehingga segala perbuatan akan didasari iman kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Maktabah Syamilah versi 13,3 GB
Mashu’ah hadis al-Syarief oleh Islamic Spirit.com

Sumber: Disadur dari makalah perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel